Monday, May 9, 2016

DISKUSI SOSIALISME BAGIAN DUA



Saya merasa perlu menulis lagi dan membahas sosialisme Papua untuk memperdalam tulisan saya sebelumnya “Respon atas Diskusi Sosialisme di Papua”, yang dimuat pada forum online sosialispapua.com. Tulisan tersebut sejatinya adalah masukan tertutup saya kepada tuan Viktor Yeimo, Sam Awam dan semua kamrad yang sedang asyik berdiskusi ilmu pengetahuan itu di kota Numbay. Namun dengan pertimbangan penyebarluasan pendidikan dan gagasan, serta mendorong diskusi publik   tentang sosialisme Papua yang mulai tumbuh di kalangan Pemuda di Papua, sehingga catatan itu dipublis.
Saya yakin bahwa gagasan sosialisme saat ini menjadi ilmu yang mulai kita gemari. Ilmu yang membawah asa masa depan bangsa kita (baca; Papua), sehingga ide dalam catatan saya itu diterima dengan senang hati sebagai bacaan dan masukan dalam diskusi.
Website sosialispapua.com, sebagai forum yang terhitung baru merupakan sebuah gebrakan yang cukup mengejutkan. Ini adalah sebuah terobosan yang sangat berani dan juga revolusioner.  Sebab jika kita konsisten, Sosialis Papua tidak akan seperti gerakan perjuangan kita selama ini, yang berlandaskan nasionalisme, rasialisme, dan perlawanan yang semata-mata dilandasi budaya politik (aneksasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia-NKRI). Tetapi suatu konsep besar perjuangan yang disebut “perjuangan tanpa batas“ untuk kaum tertindas di seluruh dunia dengan senjata yang sama, yaitu sosialisme.

Apakah Sosialisme itu?
Agar tidak menimbulkan polemik tentang sosialisme yang kita usahakan di Papua, maka penting untuk memahami jawaban atas pertanyaan di atas. Terlebih lagi bagi kita yang telah dibentuk karakternya dalam sistem pendidikan kolonialisme Indonesia selama setengah abad lebih. Kita akan sangat sulit menerimanya, karena intelektualitas kita telah turut dijajah. Kita tidak akan memandangnya secara kritis, ilmiah, dan objektif, sebagaimana kita harus merespon suatu konsep ilmu pengetahuan, demikian pula dalam memahami sosialisme.
Sebab di dalam kurikulum system pendidikan Indonesia, sosialisme selalu dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan peristiwa G30S/PKI. Peristiwa tahun 1965 tersebut  selalu menjadi tolak ukur terhadap paham dan gagasan itu. Kita tidak pernah berfikir, bahwa partai politik adalah suatu organsisasi, sedangkan komunisme adalah paham yang di anut. Dalam organsasi tersebut terdapat orang-orang yang memilki cita-cita yang sama, sehingga berkumpul membentuk kekuatan yang terstruktur dan diperuntuhkan untuk memperebutkan kekuasaan politik. Sebaliknya Komunisme atau komunal adalah paham dan gagasan yang hidup dan dipraktekan masyarakat sehingga menjadi suatu system bernegara. Dua hal yang berbedah bukan?
Secara etimologi sosialisme berasal dari bahasa Perancis, sosial, yang berarti kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran yang masing-masing hendak mewujutkan masyarakat yang berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh keuntungan tetapi semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Sosialisme adalah gagasan  tertentu yang berkeinginan menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil produksi secara merata. Dalam membahas sosialisme tidak dapat terlepas dengan istilah Marxisme-Leninisme karena sebagai gerakan yang mempunyai arti politik, baru berkembang setelah lahirnya Manifesto Politik Komunis karya Karl Marx (1848), Marx memakai istilah sosialisme dan komunisme secara bergantian dalam pengertian yang sama. Hal ini dilakuakn sebab Marx ingin membedakan teorinya yang disebut sosialisme ilmiah dari sosialisme utopia (khayalan) untuk menghindari kesalahpahaman atas dua sosialisme dan juga karena latarbelakang sejarahnya. Marx memakai istilah komunisme sebagai ganti sosialisme agar nampak lebih radikal.
Dalam perkembangannya, Lenin dan Stalin berhasil mendirikan negara komunis. Istilah sosialis lebih disukai daripada komunis karena dirasa lebih terhormat dan tidak menimbulkan prasangka. Mereka menyebut masa transisi dari Negara kapitalis ke arah Negara komunis atau masyarakat tidak berkelas sebagai masyarakat sosialis dan masa transisi itu terjadi dengan dibentuknya Negara sosialis, kendati istilah resmi yang mereka pakai adalah negara demokrasi rakyat. Di pihak lain Negara di luar Negara sosialis, yaitu Negara yang diperintah oleh partai komunis, tetap memakai sebutan komunisme untuk organisasinya, sedangkan partai sosialis di Negara Barat memakai sebutan sosialis democrat.
Untuk memaknai sosialisme yang dijelaskan secara teoritis tentu tidak mudah, apalagi pada rakyat  tertindas. Namun yang harus kita ingat bahwa ilmu ini diperuntuhkan untuk rakyat, tidak akan berguna bila berakhir di ruang-ruang diskusi.  Sebab tujuannya adalah Sosialisme tidak sebatas teori namun sebuah praktek politik yang dikontekstualkan pada kehidupan rakyat.

Sosialisme kita
Hemat saya para tokoh perjuangan kemerdekaan Papua Barat telah mengenal sosialisme, baik secara langsung maupun tidak. Pada periode perang dingin (1947-1991), antara blok Barat pimpinan Amerika dan Blok Timur yang dipimpin Unisoviet, secara politik memilki andil dalam sejarah aneksasi Indonesia pada Papua dalam PEPERA 1969. Invasi militer Indonesia 19 Desember 1961 hingga, peralihan Belanda kepada PBB (United Nations Temporary Executive Authority) 1963. Ini semua erat kaitannya dengan gejolak politik antar blok tersebut.
Tokoh Pejuang kemerdekaan yang pada masa itu meninggalkan Papua, ke Belanda hingga berbagai belahan dunia, tidaklah sulit untuk memahami kedua paham berbedah ini . Seperti yang diungkapkan Tokoh Front kemerdekaan Papua Barat di Belanda, tuan Viktor Kaiseipo Msn, bahwa pada awal bersentuhan dengan ideologi dan paham tersebut (sosialisme-komunisme), saat bersolidaritas dengan berbagai komonitas di Belanda, Srilangka, dan berbagai belahan dunia. Bagi tuan Viktor Kaiseipo Msn, untuk memahami marxisme, dan bergabung dengan komunitas mereka tidaklah sulit, sebab mereka mengetahui karakter perjuangan bersenjata Papua kala itu adalah perjuangan marxis. Walaupun Tentu sama sekali tidak, justru perjuangan saat itu bersifat spontan dan premodial.
Menurutnya, komunisme Soviet yang berkembang pada masa itu, bagi sebagian orang Biak, termasuk dirinya, selalu memahami secara sederhana dari kata komnis dalam Bahasa biak, yang artinya kita sama. Tidaklah sulit untuk mengartikan komunisme yang berkembang dari kata komunal yang juga memiliki kemiripan makna. Dalam melakukan aktivitas perjuangan di luar negri khususnya di Belanda, hingga kematiannya, tuan Viktor Kaiseipo selalu bersentuhan dengan komunitas masyarakat pribumi baik di belanda maupun di amerika latin, yang memakai senjata yang sama yaitu sosialisme.
Sama hal yang dikatakan tuan Filep Karma, di Jakarta pertengahan April 2016, tuan Filep Karma menyinggung tentang  Sosialisme Papua. “kalau berbicara tentang paham di Papua, saya kira kita orang Papua adalah Sosialisme, saya melihat prakteknya dahulu dikampung saya di biak, kakek saya kalau pergi ke laut dan pulang membawah ikan hiu yang besar, dia akan perintahkan kepada tukang potong ikan untuk membagikannya kepada semua orang kampung, terutama janda, fakir miskin, lansia, barulah orang muda, praktek ini saya kira adalah sosialisme”. Pernyataan tuan Filep saat itu untuk menjawab konsep kebangsaan Papua, oleh mantan aktivis  1998.
Saya juga mengingat setiap gagasan dari pejuang lainnya, seperti konsep dan pemikiran dari tuan Bukctar Tabuni, yang selalu menyebutkan prinsip sosialisme itu seperti kebiasaan orang Papua di wilayah pegunungan, khususnya dalam pesta bakar batu, hingga cara penyajian makanan. Dimana semua orang yang terlibat dalam kegiatan adat tersebut duduk di lapangan berkelompok dan makan bersama. Disana tidak ada yang terlihat lebih dari yang lainnya. Menurut tuan Buctar Tabuni sikap tersebutlah yang membuat rakyat Papua memiliki tenggang rasa yang besar diantara sesame mereka, maupun terhadap warga non Papua. Apakah ini yang disebut “kasih-isme” katanya sambal tertawa pada suatu kesempatan.
Paham Marxisme hingga neomarxisme, semakin akrab ketika proses pendidikan mahasiswa yang didapati diluar Papua. Hal itu menjadi rujukan terbentuknya berbagai gerakan perlawanan mahasiswa Papua di Jawa dan sekitarnya. Bahkan hanya sekedar ilmu pengetahuan yang dipelajari, karena sosialisme sangat popular dikalangan anak mudah di abad 21. gerakan perjuangan dengan ilmu marxis di Papua telah di mulai nampak di Papua sejak itu. Saya pikir exsodus mahasiswa Papua pada tahun 2006 semakin membuat perkembangan dari ilmu pengetahuan ini. Seperti kembalinya, tuan Viktor Yeimo, Buctar Tabuni, Sam Awom, dkk, bergabung dengan Jafray Pagawak, Arnold Omba dkk di Jayapura,membuat Ilmu dan karakter perjuangan Marxisme tersebut semakin populer di Papua.
Karakter para aktivis mahasiswa dan mantan mahasiswa ini dilihat dari pernyataan mereka tentang konflik Papua, dan penyelesaiannya, di berbagai media. Penegasan bahwa kapitalisme ini harus ditubangkan dan  tidak ada alasan untuk berkompromi dengan pola penjajahan kapitalisme dan imperialisme. Sekembalinya aktivis mahasiswa dari luar Papua, merubah konsep berfikir rakyat yang sejak tahun 2005 diarahkan oleh pemimpin moderat Papua pada isu“Papua tanah Damai”. Oleh para pemuda ini berubah total dengan gerakan yang sangat relevan yaitu “Papua zona Darurat”. Inilah yang oleh disebut karl Max gerakan revolusi bukan evolusi manusia dengan pola persuasi dan kompromis.
 Tuan Viktor Yeimo misalnya, pada suatu kesempatan  mengatakan “saya adalah seorang sosialis tetapi tidak radikal seperti komunisme, saya adalah social-demokratik”. Pernyataan ini beberapa bulan sebelum dia di tangkap untuk melanjutkan setahun hukumannya di lembaga Pemansyarakatan (LP) kelas II A Abepura, 13 Mei 2013 silam.
Ini adalah beberapa fakta tetang pernyataan tokoh-tokoh kemerdekaan berbeda generasi di atas secara langsung mempertegas sosialisme Papua itu sendiri. Ilmu pengetahuan ini telah hidup dalam adat istiadat suku-suku di Papua, yang sedari dahulu hidup secara komunal. Sebagai suatu realita yang tidak bisa dihindari dan diselewengkan maknannya.
Tetapi tentu saja ada yang perlu digaris bawahi, bahwa sikap dan pernyataan tokoh muda kemerdekaan Papua ini tidaklah, dapat kita jadikan sebagai dasar dari negara sosialisme tanpa suatu konsepsi bersama  tentang kebutuhan ideology bangsa dan negara. Kita haruslah menimbang berbagai bentuk dan karakter, misalnya saja, di Papua ada faham kebangsaan suku, sebagai yang tertuah di antara faham kebangsaan Papua itu sendiri. Kita jugalah perlu mempertimbangkan sejarah perjuangan kemerdekaan, misalnya saja tahun 1961 Markus Kaiseipo dkk, tahun 1965 Johan Ariks dkk , tahun 1971 Zet Rumkorem dkk, tahun 1972 Arnold Ap dkk, tahun 1980 Tom Wanggai, dkk.  Semua memilki karakteristik yang baik untuk memperkaya konsep ideology kita.

Bersambung...


Demikian adalah catatan  tentang Sosialisme kita, saya yakin tulisan ini memilki banyak sekali kekurangan dari segi teknik penulisan hingga bobot materi. Saya tidak bermaksud menggurui, namun sebaliknya, ini adalah ilmu pengetahuan yang patut didiskusikan, sehingga mengharapkan masukan balik.
Kamrad !! Janganlah kuatir untuk diskusi terbuka seperti ini, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, pemudanya telah banyak menulis dan mendidik rakyat pribumi dengan ilmu pengetahuan yang sama (sosialisme).



Hasta la victoria siempre!
Patria o muerte!

Yason Ngelia
Jakarta April 2016


4 comments:

  1. Hebat Kaka Tuan, ijin bisa Copy kah?

    ReplyDelete
  2. Mantap Yason.
    Apresiasi untuk itikad baik dalam konsep edukasi.

    Ijinkan saya berikan komentar.
    Sosialisme klasik yang bergugus pada Euthopia (Thomas More) dan Sosialism modren ala Marx adalah bertentangan dengan dignity manusia (humanity).

    Manakalah konsep marxisme berkebang maka ancaman pada konsep hak milik pribadi. Saya pikir pendalam ini yang adalah keraguraguan dalam das kapital I.II dan III.

    Sekali lagi, apresiasi untuk karya anda.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar siap, ini tantangan dalam menjelaskan sosialisme di Papua, perbedaan dasar konsep proletariat/buruh yang memperjuangkan dan merebut alat produksi dengan realitas masyarakat di Papua yang balah masyarakat adat. Dan karena itu saya lihat bahwa perkembangan Marxisme selalu menyesuaikan dengan realitas, uni Soviet dan cina adalah contoh bagaimana Marxisme dapat diterapkan sesuai kondisi sosial masyarakat.

      Tapi mungkin akan ada kesempatan membahas nya dilain waktu.🙏🏾

      Delete