Saya merasa perlu menulis lagi dan membahas sosialisme Papua untuk memperdalam tulisan saya sebelumnya “Respon atas Diskusi Sosialisme di Papua”, yang dimuat pada forum online sosialispapua.com. Tulisan tersebut sejatinya adalah masukan tertutup saya kepada tuan Viktor Yeimo, Sam Awam dan semua kamrad yang sedang asyik berdiskusi ilmu pengetahuan itu di kota Numbay. Namun dengan pertimbangan penyebarluasan pendidikan dan gagasan, serta mendorong diskusi publik tentang sosialisme Papua yang mulai tumbuh di kalangan Pemuda di Papua, sehingga catatan itu dipublis.
Saya yakin bahwa gagasan sosialisme saat ini menjadi
ilmu yang mulai
kita gemari. Ilmu yang membawah asa
masa depan bangsa kita (baca; Papua), sehingga ide dalam catatan saya itu
diterima dengan senang hati sebagai bacaan dan masukan dalam diskusi.
Website sosialispapua.com,
sebagai forum yang terhitung baru merupakan sebuah gebrakan yang cukup
mengejutkan. Ini adalah sebuah terobosan yang sangat berani dan juga revolusioner. Sebab jika kita konsisten, Sosialis Papua tidak
akan seperti gerakan perjuangan kita selama ini, yang berlandaskan nasionalisme, rasialisme,
dan perlawanan yang semata-mata dilandasi budaya politik (aneksasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia-NKRI). Tetapi
suatu konsep besar perjuangan yang disebut “perjuangan
tanpa batas“ untuk kaum tertindas di seluruh dunia dengan senjata yang
sama, yaitu sosialisme.
Apakah Sosialisme itu?
Agar tidak menimbulkan polemik tentang sosialisme
yang kita usahakan di Papua, maka penting untuk memahami jawaban atas
pertanyaan di atas. Terlebih lagi bagi kita yang
telah dibentuk karakternya dalam sistem pendidikan kolonialisme Indonesia selama setengah abad lebih. Kita akan sangat
sulit menerimanya, karena intelektualitas kita telah turut dijajah. Kita tidak
akan memandangnya secara kritis, ilmiah, dan objektif, sebagaimana kita harus merespon
suatu konsep ilmu pengetahuan, demikian pula dalam memahami sosialisme.
Sebab di dalam kurikulum system pendidikan Indonesia,
sosialisme selalu dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan peristiwa
G30S/PKI. Peristiwa tahun 1965 tersebut
selalu menjadi tolak ukur terhadap paham dan gagasan itu. Kita tidak pernah
berfikir, bahwa partai politik adalah suatu organsisasi, sedangkan komunisme adalah
paham yang di anut. Dalam organsasi tersebut terdapat orang-orang yang memilki
cita-cita yang sama, sehingga berkumpul membentuk kekuatan yang terstruktur dan
diperuntuhkan untuk memperebutkan kekuasaan politik. Sebaliknya Komunisme atau komunal adalah paham dan
gagasan yang hidup dan dipraktekan masyarakat sehingga menjadi suatu system bernegara.
Dua hal yang berbedah bukan?
Secara etimologi
sosialisme berasal dari bahasa Perancis, sosial, yang berarti kemasyarakatan.
Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis. Umumnya sebutan itu
dikenakan bagi aliran yang masing-masing hendak mewujutkan masyarakat yang
berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi, dengan maksud agar
produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan
atau swasta yang hanya memperoleh keuntungan tetapi semata-mata untuk melayani
kebutuhan masyarakat.
Sosialisme adalah gagasan tertentu yang berkeinginan menguasai
sarana-sarana produksi serta pembagian hasil produksi secara merata. Dalam
membahas sosialisme tidak dapat terlepas dengan istilah Marxisme-Leninisme
karena sebagai gerakan yang mempunyai arti politik, baru berkembang setelah
lahirnya Manifesto Politik Komunis karya Karl Marx (1848), Marx memakai istilah
sosialisme dan komunisme secara bergantian dalam pengertian yang sama. Hal ini
dilakuakn sebab Marx ingin membedakan teorinya yang disebut sosialisme ilmiah
dari sosialisme utopia (khayalan)
untuk menghindari kesalahpahaman atas dua sosialisme dan juga karena
latarbelakang sejarahnya. Marx memakai istilah komunisme sebagai ganti
sosialisme agar nampak lebih radikal.
Dalam perkembangannya, Lenin dan
Stalin berhasil mendirikan negara komunis. Istilah sosialis lebih disukai
daripada komunis karena dirasa lebih terhormat dan tidak menimbulkan prasangka.
Mereka menyebut masa transisi dari Negara kapitalis ke arah Negara komunis atau
masyarakat tidak berkelas sebagai masyarakat sosialis dan masa transisi itu
terjadi dengan dibentuknya Negara sosialis, kendati istilah resmi yang mereka
pakai adalah negara demokrasi rakyat. Di pihak lain Negara di luar Negara
sosialis, yaitu Negara yang diperintah oleh partai komunis, tetap memakai
sebutan komunisme untuk organisasinya, sedangkan partai sosialis di Negara
Barat memakai sebutan sosialis democrat.
Untuk memaknai sosialisme yang
dijelaskan secara teoritis tentu tidak mudah, apalagi pada rakyat tertindas. Namun yang harus kita ingat bahwa
ilmu ini diperuntuhkan untuk rakyat, tidak akan berguna bila berakhir di
ruang-ruang diskusi. Sebab tujuannya
adalah Sosialisme tidak sebatas teori namun sebuah praktek politik yang dikontekstualkan pada kehidupan rakyat.
Sosialisme kita
Hemat saya para tokoh perjuangan kemerdekaan Papua Barat telah mengenal sosialisme, baik secara langsung maupun tidak. Pada periode perang dingin (1947-1991), antara blok Barat pimpinan Amerika dan Blok Timur yang dipimpin Unisoviet, secara politik memilki andil dalam sejarah aneksasi Indonesia pada Papua dalam PEPERA 1969. Invasi militer Indonesia 19 Desember 1961 hingga, peralihan Belanda kepada PBB (United Nations Temporary Executive Authority) 1963. Ini semua erat kaitannya dengan gejolak politik antar blok tersebut.
Tokoh Pejuang kemerdekaan yang pada masa itu meninggalkan Papua, ke Belanda hingga berbagai belahan dunia, tidaklah sulit untuk memahami kedua paham berbedah ini . Seperti yang diungkapkan Tokoh Front kemerdekaan Papua Barat di Belanda, tuan Viktor Kaiseipo Msn, bahwa pada awal bersentuhan dengan ideologi dan paham tersebut (sosialisme-komunisme), saat bersolidaritas dengan berbagai komonitas di Belanda, Srilangka, dan berbagai belahan dunia. Bagi tuan Viktor Kaiseipo Msn, untuk memahami marxisme, dan bergabung dengan komunitas mereka tidaklah sulit, sebab mereka mengetahui karakter perjuangan bersenjata Papua kala itu adalah perjuangan marxis. Walaupun Tentu sama sekali tidak, justru perjuangan saat itu bersifat spontan dan premodial.
Tokoh Pejuang kemerdekaan yang pada masa itu meninggalkan Papua, ke Belanda hingga berbagai belahan dunia, tidaklah sulit untuk memahami kedua paham berbedah ini . Seperti yang diungkapkan Tokoh Front kemerdekaan Papua Barat di Belanda, tuan Viktor Kaiseipo Msn, bahwa pada awal bersentuhan dengan ideologi dan paham tersebut (sosialisme-komunisme), saat bersolidaritas dengan berbagai komonitas di Belanda, Srilangka, dan berbagai belahan dunia. Bagi tuan Viktor Kaiseipo Msn, untuk memahami marxisme, dan bergabung dengan komunitas mereka tidaklah sulit, sebab mereka mengetahui karakter perjuangan bersenjata Papua kala itu adalah perjuangan marxis. Walaupun Tentu sama sekali tidak, justru perjuangan saat itu bersifat spontan dan premodial.
Menurutnya, komunisme Soviet
yang berkembang pada masa itu, bagi sebagian orang Biak, termasuk dirinya,
selalu memahami secara sederhana dari kata komnis
dalam Bahasa biak, yang artinya kita sama.
Tidaklah sulit untuk mengartikan komunisme yang berkembang dari kata komunal
yang juga memiliki kemiripan makna. Dalam melakukan aktivitas perjuangan di
luar negri khususnya di Belanda, hingga kematiannya, tuan Viktor Kaiseipo
selalu bersentuhan dengan komunitas masyarakat pribumi baik di belanda maupun
di amerika latin, yang memakai senjata yang sama yaitu sosialisme.
Sama hal yang dikatakan tuan Filep Karma, di Jakarta pertengahan April
2016, tuan Filep Karma menyinggung tentang Sosialisme Papua. “kalau berbicara tentang
paham di Papua, saya kira kita orang Papua adalah Sosialisme, saya melihat
prakteknya dahulu dikampung saya di biak, kakek saya kalau pergi ke laut dan
pulang membawah ikan hiu yang besar, dia akan perintahkan kepada tukang potong
ikan untuk membagikannya kepada semua orang kampung, terutama janda, fakir
miskin, lansia, barulah orang muda, praktek ini saya kira adalah sosialisme”. Pernyataan
tuan Filep saat itu untuk menjawab konsep kebangsaan Papua, oleh mantan
aktivis 1998.
Saya juga mengingat setiap gagasan dari pejuang lainnya, seperti konsep dan
pemikiran dari tuan Bukctar Tabuni, yang selalu menyebutkan prinsip sosialisme
itu seperti kebiasaan orang Papua di wilayah pegunungan, khususnya dalam pesta bakar batu, hingga cara penyajian
makanan. Dimana semua orang yang terlibat dalam kegiatan adat tersebut duduk di
lapangan berkelompok dan makan bersama. Disana tidak ada yang terlihat lebih
dari yang lainnya. Menurut tuan Buctar Tabuni sikap tersebutlah yang membuat
rakyat Papua memiliki tenggang rasa yang besar diantara sesame mereka, maupun
terhadap warga non Papua. Apakah ini yang disebut “kasih-isme” katanya sambal tertawa pada suatu kesempatan.
Paham Marxisme hingga neomarxisme, semakin akrab ketika proses
pendidikan mahasiswa yang didapati diluar Papua. Hal itu menjadi rujukan
terbentuknya berbagai gerakan perlawanan mahasiswa Papua di Jawa dan
sekitarnya. Bahkan hanya sekedar ilmu pengetahuan yang dipelajari, karena
sosialisme sangat popular dikalangan anak mudah di abad 21. gerakan perjuangan
dengan ilmu marxis di Papua telah di mulai nampak di Papua sejak itu. Saya pikir
exsodus mahasiswa Papua pada tahun
2006 semakin membuat perkembangan dari ilmu pengetahuan ini. Seperti kembalinya,
tuan Viktor Yeimo, Buctar Tabuni, Sam Awom, dkk, bergabung dengan Jafray
Pagawak, Arnold Omba dkk di Jayapura,membuat Ilmu dan karakter perjuangan Marxisme tersebut semakin populer di
Papua.
Karakter para aktivis mahasiswa dan mantan mahasiswa ini dilihat dari
pernyataan mereka tentang konflik Papua, dan penyelesaiannya, di berbagai media.
Penegasan bahwa kapitalisme ini harus ditubangkan dan tidak ada alasan untuk berkompromi dengan
pola penjajahan kapitalisme dan imperialisme. Sekembalinya aktivis mahasiswa
dari luar Papua, merubah konsep berfikir rakyat yang sejak tahun 2005 diarahkan
oleh pemimpin moderat Papua pada isu“Papua tanah Damai”. Oleh para pemuda ini
berubah total dengan gerakan yang sangat relevan
yaitu “Papua zona Darurat”. Inilah yang oleh disebut karl Max gerakan revolusi bukan evolusi manusia dengan pola persuasi
dan kompromis.
Tuan Viktor Yeimo misalnya, pada
suatu kesempatan mengatakan “saya adalah
seorang sosialis tetapi tidak radikal seperti komunisme, saya adalah
social-demokratik”. Pernyataan ini beberapa bulan sebelum dia di tangkap untuk
melanjutkan setahun hukumannya di lembaga Pemansyarakatan (LP) kelas II A
Abepura, 13 Mei 2013 silam.
Ini adalah beberapa fakta tetang pernyataan tokoh-tokoh kemerdekaan
berbeda generasi di atas secara langsung mempertegas sosialisme Papua itu
sendiri. Ilmu pengetahuan ini telah hidup dalam adat istiadat suku-suku di
Papua, yang sedari dahulu hidup secara komunal. Sebagai suatu realita yang tidak
bisa dihindari dan diselewengkan maknannya.
Tetapi tentu saja ada yang perlu digaris bawahi, bahwa sikap dan
pernyataan tokoh muda kemerdekaan Papua ini tidaklah, dapat kita jadikan
sebagai dasar dari negara sosialisme tanpa suatu konsepsi bersama tentang kebutuhan ideology bangsa dan negara.
Kita haruslah menimbang berbagai bentuk dan karakter, misalnya saja, di Papua
ada faham kebangsaan suku, sebagai yang tertuah di antara faham kebangsaan Papua
itu sendiri. Kita jugalah perlu mempertimbangkan sejarah perjuangan
kemerdekaan, misalnya saja tahun 1961 Markus Kaiseipo dkk, tahun 1965 Johan
Ariks dkk , tahun 1971 Zet Rumkorem dkk, tahun 1972 Arnold Ap dkk, tahun 1980 Tom
Wanggai, dkk. Semua memilki
karakteristik yang baik untuk memperkaya konsep ideology kita.
Bersambung...
Demikian adalah catatan tentang Sosialisme kita, saya yakin tulisan ini memilki banyak sekali kekurangan dari segi teknik penulisan hingga bobot materi. Saya tidak bermaksud menggurui, namun sebaliknya, ini adalah ilmu pengetahuan yang patut didiskusikan, sehingga mengharapkan masukan balik.
Kamrad !! Janganlah kuatir
untuk diskusi terbuka seperti ini, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia,
pemudanya telah banyak menulis dan mendidik rakyat pribumi dengan ilmu
pengetahuan yang sama (sosialisme).
Hasta la victoria siempre!
Patria o muerte!
Patria o muerte!
Yason Ngelia
Jakarta
April 2016
Hebat Kaka Tuan, ijin bisa Copy kah?
ReplyDeleteSiap
ReplyDeleteMantap Yason.
ReplyDeleteApresiasi untuk itikad baik dalam konsep edukasi.
Ijinkan saya berikan komentar.
Sosialisme klasik yang bergugus pada Euthopia (Thomas More) dan Sosialism modren ala Marx adalah bertentangan dengan dignity manusia (humanity).
Manakalah konsep marxisme berkebang maka ancaman pada konsep hak milik pribadi. Saya pikir pendalam ini yang adalah keraguraguan dalam das kapital I.II dan III.
Sekali lagi, apresiasi untuk karya anda.
Benar siap, ini tantangan dalam menjelaskan sosialisme di Papua, perbedaan dasar konsep proletariat/buruh yang memperjuangkan dan merebut alat produksi dengan realitas masyarakat di Papua yang balah masyarakat adat. Dan karena itu saya lihat bahwa perkembangan Marxisme selalu menyesuaikan dengan realitas, uni Soviet dan cina adalah contoh bagaimana Marxisme dapat diterapkan sesuai kondisi sosial masyarakat.
DeleteTapi mungkin akan ada kesempatan membahas nya dilain waktu.🙏🏾