Saat tiba di Muting waktu telah menunjukan pukul 5 sore. Padang ilalang
dan rawa-rawa sekitar kampung itu mulai berwarna keemasan. Bertanda
sebentar lagi akan gelab.
Saya harus segera harus bertemu dengan beberapa orang, sebelum perjalanan saya selama tiga jam itu sia-sia. Berjalan kembali menempuh kegelapan bukan ide yang baik untuk saya.
Terlebih lagi harus menempuh jalan berlumpur yang panjang, juga licin. Motor yang saya gunakan tidak akan melaju lebih dari 5 km/jam.
Setelah mengetuk pintu sebuah rumah, saya mmberikan salam beberapa kali seblum akhirnya masuk dan berjumpa dengan, dengan seorang bapak.
Yang tidak lain adalah Bapa Darius Nenop, dan beberap warga masyarakat lainya, yang kebetulan tellah berada disana. Sepertinya mereka terkejut dengan kedatangan saya.
Namun setelah memperkenalkan diri, serta maksud dan tujuan saya, suasana menjadi cair. Sebab menurut mereka
, telah banyak orang yang datang kesana dengan maksud dan tujuan yang sama.
Terlebih dahulu saya dipersilahkan istirahat sejanak. Mandi membersihkan diri sebelum kembali duduk bersama mereka, yang terlihat bertambah jumlah.
Karena telah biassa mendapatkan tamu serupa, sehingga mereka selalu merasa akan ada harapa-harapan untuk persoalan mereka itu.
Sehingga untuk mengisahkan persoalan mereka, selalu diceritakan dengan antusias, walaupun terdengar miris di telingan saya.
Seperti yang dikisahkan malam itu. limbah perkebunan sawit itu telah bercermar dan menyebabkan, berbagai jenis ikan unggul di rawa dan sungai-sungai terapung karena mati keracunan.
Ketika mereka terus menerus melakukan protes, dan pernah diusir dengan ancaman-ancaman ditembak oleh anggota kopasus di perkebunan sawit.
Tembakan pun diledakan sejengkal ditelinga seorang warga berinisial LO. LO, yang hadir malam itu juga menjelaskan secara jelas ancaman itu, mereka hanya bisa bercerita, dan memberikan bukti, sebuah selongsong peluru
.
Pemerintah kabupaten tidak pernah mendengarkan aspirasi mereka, tentang jual beli tanah oleh perusahaan yang tidak dilakukan secara transparan dan benar.
Upah ganti rugi, beasiswa untuk anak, tidak pernah terealisasi hingga sekarang. Mereka hanya dibayar dengan supermi, minyak goreng, dan beberapa bungkus gula setiap bulan.
Anggota babinsa yang di angkat menjadi anak, justru mengabdi kepada perusahaan, melakukan penipuan sehingga masyarakat harus kehilangan hutan.
Miris, Kisah-kisah ini sudah biasa terjadi, dan masih terus terjadi hingga detik ini.
Negri ini cocok di juluki “surga yang dikuasai para setan”, pikir saya, emosi, namun tak bedayah.
Sebelum mereka melanjutkan, kami disuguhkan teh dan kopi, oleh beberapa wanita mudah, mungkin anak-anak gadis oleh seorang dari bapa-bapa itu.
Mari-mari, silahkan anak, ayo bapa-bapa, minum kopi dulu, yang lain minum teh saja. Gula sudah habis, jadi kalau kurang manis, dipahami saja. Kata seorang, diremang-remang cahaya lampu.
Sambil menyerup kopi hitam, dikampung yang memiliki kisah piluh itu. Kami berlanjut berkisah satu dengan yang lain..
Ternyata di Muting, baru saja terjadi pergantian dandramil, seorang anggota tentara yang dikenal sebagai kontraktor di kampung ini.
Bahkan bukan hanya para piminan tentara yang anggota tentara yang kontaktor yang telah naik pangkat menjadi dandramil. Tetapi juga terjadi untuk polisi-polisi disana.
Bahkan, Sehari sebelum kedatangan saya, telah terjadi rapat akbar yang dihadiri kepala distrik, beberapa anggota dewan, dan para pemimpin polisi dan tentara tingakat distrik itu, bersama masyarakat ini.
Siapa yang melawan perusahaan kami siap membekap perusahaan. Kata seorang dandramil yang baru..
Wajar saja kalau Linus ditembak, pikiran saya berkecamuk untuk itu.
Kisah ini nyata, dan terjadi dikampung yang ada di batas dua kabupaten besar di Papua selatan ini, yaitu merauke dan Boven digoel.
Ini melody piluh dari Muting.. tidak seindah, ekting sahabat saya Vicky Egu, dalam melody Kota Rusa..
Marilah tidur dan kita anjutkan besok. Sapa bapa Darius..
Kisah 2016 Silam..
Investigas saya berjudul "Campur Tangan Militer dan Polisi dalam Kasus Sengkata Tanah Pada Mega Industri Pertanian di Muting Merauke " berikut link
inihttps://yasonngelya.blogspot.co.id/2017/06/bisnis-dan-ham-di-merauke.html
Saya harus segera harus bertemu dengan beberapa orang, sebelum perjalanan saya selama tiga jam itu sia-sia. Berjalan kembali menempuh kegelapan bukan ide yang baik untuk saya.
Terlebih lagi harus menempuh jalan berlumpur yang panjang, juga licin. Motor yang saya gunakan tidak akan melaju lebih dari 5 km/jam.
Setelah mengetuk pintu sebuah rumah, saya mmberikan salam beberapa kali seblum akhirnya masuk dan berjumpa dengan, dengan seorang bapak.
Yang tidak lain adalah Bapa Darius Nenop, dan beberap warga masyarakat lainya, yang kebetulan tellah berada disana. Sepertinya mereka terkejut dengan kedatangan saya.
Namun setelah memperkenalkan diri, serta maksud dan tujuan saya, suasana menjadi cair. Sebab menurut mereka
, telah banyak orang yang datang kesana dengan maksud dan tujuan yang sama.
Terlebih dahulu saya dipersilahkan istirahat sejanak. Mandi membersihkan diri sebelum kembali duduk bersama mereka, yang terlihat bertambah jumlah.
Karena telah biassa mendapatkan tamu serupa, sehingga mereka selalu merasa akan ada harapa-harapan untuk persoalan mereka itu.
Sehingga untuk mengisahkan persoalan mereka, selalu diceritakan dengan antusias, walaupun terdengar miris di telingan saya.
Seperti yang dikisahkan malam itu. limbah perkebunan sawit itu telah bercermar dan menyebabkan, berbagai jenis ikan unggul di rawa dan sungai-sungai terapung karena mati keracunan.
Ketika mereka terus menerus melakukan protes, dan pernah diusir dengan ancaman-ancaman ditembak oleh anggota kopasus di perkebunan sawit.
Tembakan pun diledakan sejengkal ditelinga seorang warga berinisial LO. LO, yang hadir malam itu juga menjelaskan secara jelas ancaman itu, mereka hanya bisa bercerita, dan memberikan bukti, sebuah selongsong peluru
.
Pemerintah kabupaten tidak pernah mendengarkan aspirasi mereka, tentang jual beli tanah oleh perusahaan yang tidak dilakukan secara transparan dan benar.
Upah ganti rugi, beasiswa untuk anak, tidak pernah terealisasi hingga sekarang. Mereka hanya dibayar dengan supermi, minyak goreng, dan beberapa bungkus gula setiap bulan.
Anggota babinsa yang di angkat menjadi anak, justru mengabdi kepada perusahaan, melakukan penipuan sehingga masyarakat harus kehilangan hutan.
Miris, Kisah-kisah ini sudah biasa terjadi, dan masih terus terjadi hingga detik ini.
Negri ini cocok di juluki “surga yang dikuasai para setan”, pikir saya, emosi, namun tak bedayah.
Sebelum mereka melanjutkan, kami disuguhkan teh dan kopi, oleh beberapa wanita mudah, mungkin anak-anak gadis oleh seorang dari bapa-bapa itu.
Mari-mari, silahkan anak, ayo bapa-bapa, minum kopi dulu, yang lain minum teh saja. Gula sudah habis, jadi kalau kurang manis, dipahami saja. Kata seorang, diremang-remang cahaya lampu.
Sambil menyerup kopi hitam, dikampung yang memiliki kisah piluh itu. Kami berlanjut berkisah satu dengan yang lain..
Ternyata di Muting, baru saja terjadi pergantian dandramil, seorang anggota tentara yang dikenal sebagai kontraktor di kampung ini.
Bahkan bukan hanya para piminan tentara yang anggota tentara yang kontaktor yang telah naik pangkat menjadi dandramil. Tetapi juga terjadi untuk polisi-polisi disana.
Bahkan, Sehari sebelum kedatangan saya, telah terjadi rapat akbar yang dihadiri kepala distrik, beberapa anggota dewan, dan para pemimpin polisi dan tentara tingakat distrik itu, bersama masyarakat ini.
Siapa yang melawan perusahaan kami siap membekap perusahaan. Kata seorang dandramil yang baru..
Wajar saja kalau Linus ditembak, pikiran saya berkecamuk untuk itu.
Kisah ini nyata, dan terjadi dikampung yang ada di batas dua kabupaten besar di Papua selatan ini, yaitu merauke dan Boven digoel.
Ini melody piluh dari Muting.. tidak seindah, ekting sahabat saya Vicky Egu, dalam melody Kota Rusa..
Marilah tidur dan kita anjutkan besok. Sapa bapa Darius..
Kisah 2016 Silam..
Investigas saya berjudul "Campur Tangan Militer dan Polisi dalam Kasus Sengkata Tanah Pada Mega Industri Pertanian di Muting Merauke " berikut link
inihttps://yasonngelya.blogspot.co.id/2017/06/bisnis-dan-ham-di-merauke.html
No comments:
Post a Comment