Sunday, September 8, 2019

“Makasar vs Wamena” isu yang terus dibangun di Papua

Seorang aktivis dan lawyer muda yang mengelu melihat video amatir yang viral menunjukan bentrok antara warga Papua dan non Papua di kamkey, 2 September 2019.
Dalam video berdurasi dua menitan itu terdengar suara perekam mengatakan “Makasar menyerang-Makasar Menyerang!”. Menurutnya tidak fear, karena dalam kelompok non Papua itu kemungkinan bukan saja orang makasar, tetapi juga suku lainnya yang bertempat tinggal di
Jalan Yotefa. Sebagai seorang Makasar Video itu membuatnya takut untuk beraktifitas di Kota Jayapura walau sebagai aktivis dan lawyer.

Paska aksi demosntrasi menentang rasialisme pada 21 dan 29 Agustus 2019, diakhiri dengan rusuh pembakaran serta penjerahan beberapa kantor pemerintah dan usaha masyarakat non Papua. Telah cukup membuat kota Jayapura mencekam, karena indikasi konflik susulan aparat kepolisian dan massa, diperparah saling serang antara para pengusaha yang notaben orang non Papua dengan orang asli Papua. Isu ini justru kuat, karena beberapa kasus terjadi dibeberapa titik kota Jayapura seperti di antrop, kamkey dan lingkaran abepura, dalam kurun waktu 29-2 September 2019. Para pelaku penyerangan diisukan adalah kelompok suku Makasar.

Korban dari insiden ini mencapai belasan orang, dua orang meninggal dunia, seorang bernama...Mofu ditemukan tewas di dekat Jembatan Eferton Kota Jayapura dan seorang mahasiswa bernama...Karet, jenazahnya telah diterbangkan ke Kab. Maybrat Papua Barat untuk disemayamkan. Sedangkan yang lainnya mengalami luka ringan hingga kritis.

Setiap insiden penyerangan terhadap OAP selalu identik dengan para pedangan non Papua dari Sulawesi Selatan ini (Buton, Bugis, dan makasar), walaupun sebernaya belum benar-benar dibuktikan, apakah pelaku berasal dari Makasar. Ataukan hanya tuduhan yang dialamatkan kepada warga Makasar di Kota Jayapura. Begitu juga sebaliknya bahwa pelaku rusuh dan penjarahan saat aksi-aksi demosntrasi selalu dikaitkan dengan orang asli Papua dari wilayah pegunungan, paling sering disebutkan “orang Wamena”. Tuduhan yang juga tidak mendasar. Sehingga motif penyerangan dan korban yang jatuh selalu berhubungan satu dan lainnya, kedua etnis suku ini menjadi korban stigma negatif itu. Kini Makasar Vs Wamena atau secara umum mewakili non Ppaua vs orang asli Papua adalah sebuah istilah yang telah membentuk kesadaran sosial warga kota Jayapura dan itu berbahaya kedepannya.

Mengapa selalu orang Makasar?

Sebagai perantau dan pelaut ulung ini dari sulawesi peran orang-orang Makasar telah menjadi stratrategis di Kota Jayapura, baik dari sisi ekonomi maupun politik lokal. Sebagian kawasan-kawasan ekonomi sentral di Kota Jayapura dikuasai. Sedangkan secara politik mereka mempengaruhi kebijakan pemerintah Kota karena wakil wali kota Jayapura untuk beberapa periode selalu dipegang oleh suku Makasar, seperti Nur Alam, dan kini Rustam saru. Telah sejak lama mereka bernaung dalam organsiasi bernama Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS). Konon KKSS adalah sebuah Asosiasi terbsar dari semua organisasi para perantau atau pendatang di Papua.

Dalam memori orang asli Papua, KKSS adalah organisasi yang pernah menentang aspirasi politik orang asli Ppaua ditahun 2000. Ketika Isu kemerdekaan menguat menjelang kongres II. KKSS adalah organsiasi non Ppaua yang berani melakukan demo tandingan untuk itu. Dengan di bekap oleh militer KKSS bahkan menentang orang asli Papua di Sorong dan Manokwari pada tahun 1998. Hal inilah yang selalu megaitkan persoalan politik Papua dan kelompok tandingan dan itu lebih dekat dengan orang Makasar.

Seorang pengamat intelejen, militer dan luar negri Wawan H. Purwanto, mengatakan dalam bukunya Papua 100 Tahun kedepan. Setiap gejolak politik kemerdekaan di Ppaua sebagian besar orang pendatang di Ppaua dicekam ketakutan, ketidakpastian masa depan, dan keterbatasannya pilihan-pilihan. Pendatang pun sebagain berfikir untuk menetap dan sebagian lainya meninggalkan Papua. Mereka yang terdesak harus mempersenjatai diri yang lebih afektif untuk menyerang (2010;68). Dalam pemikiran Wawan H.Purwanto, gejolak 2000 itu juga dipengaruhi karena Presidium Dewan Papua (PDP) tidak mewaliki resolusi terkait dengan warga non Papua, sebagai jaminan untuk mereka.
Saat ini ketika ada tuduhan penyerangan orang asli Papua dilakukan oleh orang “makasar”, kita mengembalikan ingatan kita tentang peran KKSS itu. Atau ada kelompok lain yang berusaha mengadu domba antara orang asli Papua dan makasar, karena dilihat sebagai momentum untuk memicu konflik Makasar dan Orang Asli Papua. Tetapi juga ada sebuah catatan tersendiri bahwa perlunya resolusi rakyat dan pemimpin Papua merdeka tentang nasib dan masa depan warga pendatang di Papua, untuk mencegah konflik SARA disetiap gejolak aspirasi kemerdekaan yang damai dan bermartabat. Karena jika tidak isu “Makasar vs Wamena” akan terus dipakai sebagai skenario untuk menghacurkan perjuangan kemerdekaan.


Yason Ngelia
5 September 2019


No comments:

Post a Comment