Tuesday, March 24, 2020

Pedagang Asli Papua di P3-Waena

Hari ini 24 Maret 2020  aktivitas putaran taxi perumas 3 Waena (P3W) ramai seperti biasanya. Saya sengaja berkeliling mengunakan motor disekitar perumnas tiga waena.

Peralatan yang saya bahwa adalah alat hitung dan Hp berharap hari ini dapat dilakukan observasi kecil untuk menulis. Sekaligus saya berkeinginan menyaksikan apakah ada perubahan mobiltas warga dengan maraknya Virus Corona atau spisifik dikenal dengan nama Covid-19 ini.


Sebagaimana kita ketahui bahwa P3W adalah suatu kawasan di kelurahan Waena  distrik abepura yang memiliki penduduk cukup banyak dan disitu menjadi pusat mobilitas mahasiswa Papua dari Uncen, para dosen Uncen, hingga warga di perumahan nasional (tiga dalam), hingga kampung Pokow Kamwolker. Sehingga tempat ini menjadi satu sentra ekonomi tersendiri di kota Jayapura.

Terdapat berbagai ruko dengan jenisnya, menyajikan makanan, foto copy, menjual pakaian, dan sebagainya. Warga sangat terbantu dengan pedagang  ini. Lebih lagi mahasiswa Uncen karena kebanyakan dari mereka adalah pelajar perantau yang aktivitas hidup sehari-hari dilakukan sendiri.

Dari semua itu saya ingin memfokuskan pengamatan saya kepada satu kelompok ekonomi kecil yang sering sekali luput dalam pembahasan dan argumentasi aktivisme kita, yaitu mama-mama pedagang sayur dan umbi-umbian di P3W.

Sekilas tidak tampak banyak perubahan, sekitar 22 perempuan Papua duduk menaruh jualannya diatas karung dan pelastik ala kadarnya, jualan mereka ditumpuk disana, mulai dari sayuran, seperti kangkung, sayur petatas (hipere), umbi-umbian seperti petatas, keladi, hingga rica, tomat dan bawang.

Jenis jualan mereka yang saya amati sama tidak berubah. Tetapi jumlah tumpukan nya terlihat tidak seperti biasa, setiap mama menjual dua ikat sayuran juga petatas dan keladi tidaklah sebanyak biasanya. Sejak pukul empat sore mereka telah berada disana. Saya mengamati bahwa pembeli tidaklah seperti biasanya yang lebih ramai ketimbang hari ini. Walaupun terlihat aktifitas lainnya seperti taxi (angkutan), pangkalan ojek yang tetap ramai, pedagang pinang seperti biasa. Tetapi pengunjung dan pembeli di “pasar kaget” P3W  ini berkurang drastis, saya berada dari jam lima sore hingga enam sore.

Observasi ini hanya sebagai gambaran saja untuk membandingkan sebelum dan sesudah Isu Covid-19 ini di masyarakat maret 2020. Kesadaran akan isu ini justru hanya pada kelompok masyarakat tertentu, buktinya mereka yang berjualan baik sayuran, pinang, diskitar P3W ini tak nampak mengunakan masker sebagai upaya antisipasi. Jangankan masker sarung tangan sekalipun tidak ada. Atau sebaliknya, mungkin para “mama” pedagang sayuran ini telah mengetahui tetapi tidak mempedulikan karena tuntutan ekonomi keluarga mereka.

Sebagai warga P3W yang telah ada disini sejak kuliah 2008. Kuliah hingga selesai dan masih disini menyakiskan hampir setiap sore aktivitas mereka. Biasnaya para perempuan memikul jualan mereka di noken dengan ukuran besar lalu menaruh di kepala dan membawahnya dari beberapa titik di perumnas III.

Titik pertama adalah Peremnas III Kamwolker bagian atas kali, disana memang terdapat banyak kebun-kebun warga, titik kedua adalah area jalan baru samping pagar Uncen, disana sering terlihat mama-mama memikul jualan, selain itu beberapa ada yang turun dari taxi, entah dari mana.

Terkadang mereka memilih tetap memikul noken dengan beban tersebut dan berjaan cukup jauh hingga ke tempat jualan mereka P3W. Terkadang mereka terlihat naik ojek dari jembatan kamwolker. Ongkos ojek dari sana berkisar Rp.5000. Mereka berjualan pada umumya sama dengan pedagang asli Papua lainnya, beralaskan karung, atau pelastik.

Disini ini tidak ada payung yang dapat melindungi mereka saat terik matahari sore dan ketika hujan nanti. Ketika hujan, kita akan melihat mereka berlari meninggalkan tempat jualan mereka dan berdiri di depan toko-tokoh milik warga non Papua, atau berdiri di pangkalan ojek Uncen.

Sejak 2008 itu saya menyaksikan mereka belum ada bantuan-bantuan pemerintah yang berarti, seperti meja jualan, payung julana, dengan merek Otsus misalnya. Berbeda dengan para pedagang pinang di putaran taxi yang ada beberapa mama yang dapat, entah mekanismenya seperti apa oleh pemerintah.

Terkait pedagang pinang, saya pernah diceritakan oleh “kaka Marice” bahwa mereka pedagang pinang biasanya ditawari modal baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Beberapa pinjaman membuat dia terlilit sendiri.

Apakah pedagang sayuran/umbi-umbian ini mengalamai hal yang sama? saya tidak mengetahui.

Tentu dengan melakukan pengamatan pada hari ini 24 Maret ini dan berharap mendapatkan informasi tentang mereka adalah mustahil. Saya hanya berdiri mengamati, mencatatat, dan menghitung. Wawancara mungkin lain waktu dan ada yang bersedia. Tujuan saya menulis ini sebatas untuk memberikan informasi semata.

Sampai hari ini, dengan kondisi yang tidak berubah bertahun-tahun. tentu saja tidak ada menerima berbagai subsidi pemerintah. Bahkan, oleh mahasiswa mereka tidak pernah menjadi objek diskusi ilmiah, apalagi menjadi inspirasi perjuangan para mahasiswa.




Yason Ngelia
24 Maret 2020

No comments:

Post a Comment