Pada 26 April 1984, Arnold Clemens Ap seorang musisi Papua pendiri grup musik dan tari bernama Mambesak, mati terbunuh oleh Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandah) yang kini lebih dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus atau Kopasus di Pantai Base-G Kota Jayapura.
Semasa hidupnya Arnold dikenal sebagai seorang Seniman dan Budayawan. Bersama, Mambesak dia telah mempromosikan musik dengan irama tradisional keseluruh tanah Papua dalam kurun waktu 1978-1984. Ada beberapa cara yang digunakan Arnol Ap bersama kawan-kawannya di Mambesak diantaranya merekam dan memproduksi album lagu Mambesak Volume I hingga V. Lagu-lagu dan musik mereka beredar luas dalam bentuk kaset pita diproduksi dan dijual berulang kali di seluruh Papua.
Serta memiliki program acara siaran radio sendiri melalui stasion radio nasional untuk wilayah Papua dengan nama program Pelangi Budaya dan Pancaran Sastra di RRI Nusantara V di Polimak Jayapura. Sebuah media untuk mempromisikan keberagaman budaya dan musik Papua. Seperti mempopulerkan dialek melayu Papua, musik tradisional, hingga cerita-cerita lucu yang dikenal sebagai Mop. Melalui Siaran RRI ini mereka sering menerima kiriman rekaman lagu daerah dan teks lagu daerah dari seluruh pelosok Papua, yang mereka nyanyikan ulang berdasarkan kiriman tersebut.
Salah satu lagu dari album mereka yang terkenal hingga ke seluruh Indonesia adalah Apuse yang iramanya lalu dipakai pada soundtrack film “Garuda di Dadaku” yang disutradarai oleh Ifa Isfansyah pada 2009 dan 2011. Judul serta materi Apuse dirubah menjadi judul lagu Garuda di Dadaku oleh grup band Netral. Hingga kini Band Netral tidak secara benar menjelaskan asal muasal lagu tersebut walau sudah banyak kritik dialamatkan kepada mereka.
Ketiga, Arnold Ap melakukan regenerasi dan kaderisasi bagi para musisi muda di dalam grup Membesak, dengan melatih mereka bermain alat musik seperti tifa, ukulele, gitar, berbagai tari-tarian, hingga menulis sketsa formasi tari-tarian kreasi Papua yang kebanyakan diciptakan olehnya. Mambesak juga rutin mengikuti berbagai lomba ditingkat lokal hingga nasional untuk mempromosikan budaya Papua.
Cerita hidup dan mati sang legenda musik volksong Papua setelah pembunuhan pada 26 April 1984 silam, menyimpan banyak misteri. Banyak cerita tentang kehidupan hingga berbagai versi cerita kematiannya yang masih dipercaya hingga kini. Salah satu versi yang diketahui berasal dari kumpulan esai-esai George Junus Aditjonro (GJA) yang dibukukan dan dicetak oleh Elsam Jakarta pada Juli 2000 dengan Judul Cahaya Bintang Kejora.
Pada bab empat dalam buku ini, GJA menjelaskan secara lengkap tentang Mambesak dan semua tokoh yang terlibat dalam pembembentukannya juga mendukung sejak awal hingga akhirnya terjadi perpecahan dalam tubuh membesak yang dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan tentang konsep dan jenis musik, hingga kronologis ke kematian sang pemimpin.
GJA mengambarkan bahwa Arnold Clements Ap adalah seorang pemuda penuh bakat yang telah aktif dalam berbagai kegiatan sejak masa mudanya. Dengan kemampuannya itu oleh ketua Lembaga Antropologi Uncen, Ignatius Soeharno meminta kesediannya menjadi Kurator Museum Uncen dibawah lembaga tersebut, tawaran itu bahkan sejak Arnold masih menjadi mahasiswa Jurusan Geografi di Fakultas Keguruan Ilmu pendidikan (FKIP) Universitas Cendrawasih (UNCEN).
Sejak itu Arnold dan teman-temannya mendirikan sebuah grup musik dan tari sekitar tahun 1972. Awalnya Grup itu mereka berinama Manyori atau burung nuri yang dianggap burung suci oleh suku Biak. Namun dengan berbagai masukan serta pertimbangan dari banyak sahabat, mereka lalu memilih sebuah nama yang masih dari bahasa Biak yaitu Mambesak atau Burung Cenderawasih.
Eksistensi Mambesak dalam bidang musik, seni, dan budaya membuat seorang Arnold Ap dikenal luas di Papua. Ratusan hingga ribuan musik karya mereka telah diproduksi menjadi Kaset dalam beberapa volume dan dijual secara luas diseluruh Papua saat itu. Membesak tidak sulit mendapat tempat di hati para pecinta musik Papua karena menyanyikan lagu dengan hampir semua bahasa suku di Papua, dengan perpaduan antara gitar, ukuele, dan tifa irama yang digemari rakyat Papua, yang dalam Ilmu Anthropologi serta musikologi dikenal dengan Folksong.
Sekilas tentang Folksong, “Folksong berarti nyayian atau lagu rakyat yang menyebar melalui pendengar secara turun-temurun” dalam Wikipedia Folksong adalah lagu daerah atau musik daerah-kedaerahan yang merupakan lagu atau musik yang berasal dari satu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun rakyat lainnya. Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi pembuatnya atau pengarangnya.
Pengaruhnya yang luas bersama Mambesak, hingga menjabat Kurator Museum Uncen, hingga menjadi penangungjawab dua siaran radio di RRI menimbulkan keresahan bagi beberapa kelompok dan membuat dirinya mulai tidak disukai oleh Angkatan Bersenjatah Republik Indonesia (ABRI). Arnold di curigai menjadikan Mambesak sebagai separatisme “gaya baru”, dan dengan semua aktivitasnya itu dituding sebagai propaganda politik untuk memprofokasi rakyat Papua menentang Indonesia.
Terlebih lagi saat itu di Papua ada seorang eks Tentara Nasional Indonesia (TNI) asal Biak bernama Zet Jafeth Rumkorem, yang baru saja memproklamirkan kemerdekaan Republik Papua Barat dipinggiran Kota Jayapura yang mereka sebut Markas Viktoria pada 1 Juli 1971. Suatu peristiwa yang menambah tingginya operasi militer ABRI ditengah Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) Indonesia pada waktu-waktu itu.
Nama-nama operasi militer untuk penumpasan Organisasi Papua Merdeka, suatu kelompok gerakan yang menolak menggabungkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang akhirnya diketahui antaralian: Operasi pamungkas (1970-1974), operasi kikis (1977-1978), operasi sapu bersih (1978-1982), Operasi Sate (1984) dan masih banyak lagi Operasi-operasi militer yang sudah semenjak tahun 1963 hingga 1998 gencar di seluruh Tanah Papua.
Arnold AP yang menjabat sebagai Kuarator dan Kepala Museum Uncen sekaligus pimpinan Grup Musik dan Tari Mambesak, lalu dikaitkan memiliki hubungan dengan kelompok Zet Rumkorem sehingga harus disingkirkan. Walaupun sampai sekarang tuduhan tersebut tidak pernah terbukti dan tidak mampu dibuktikan oleh ABRI. Arnold ditangkap dan dijebloskan ke Rumah Tahanan Polisi Daerah Papua (Polda) bersama sepupunya yang juga anggota Mambesak bersama dan juga Staf Kampus Fisip-Uncen bernama Edy Mofu pada 30 November 1983, tanpa pernah diadili di Pengadilan.
Hingga pada malam 21 April 1984 seorang anggota polisi bernama Pius Wanem “membujuk” Arnold AP untuk melarikan diri dari Rumah Tahanan Polda Papua di APO Kota Jayapura. Malam hari ketika sel rumah tahanan itu dibuka lima orang tahanan diantanya Arnold Ap , Edy Mofu, Agustinus Runtumboi (Sekretaris Desa Nolokla, Setani), Alex Membri, Johanis C. Rumainum (Mahasiswa Fisip-Uncen) melarikan diri.
Perlahan-lahan mereka meninggalkan lingkungan Polda Papua menuju kearah belakang Gedung Olaraga (GOR) Cenderawasih, disana telah menunggu sebuah mobil Toyoya. Alex Mebri memilih tidak ikut bersama mereka dan hilang di kegelapan malam. Mobil itu lalu melarikan mereka ke Base-G sebuah kawasan pantai Wisata dibagian utara Kota Jayapura.
Sesampianya disana para tahanan lalu melepaskan pakaian dan berenang untuk mengapai sebuah perahu kecuali Edy Mofu. Dengan kondisi lautan yang bergelombang dimalam itu ternyata Edy Mofu tidak dapat mengapai perahu. Setelah menunggu beberapa lama, mereka memutuskan untuk ke Pasir 6 sebuah lokasi arah barat Kota Jayapura. Keesokan harinya didapati kabar bahwa Jasat Edy Mofu ditemukan warga lengkap dengan pakaian yang dikenakan.
Arnold Ap bersama kedua rekannya menunggu selama tiga hari di pasir enam dengan harapan akan ada jemputan yang melarikan mereka menuju Vanimo, Papua New Guinea (PNG), disana anak dan istrinya telah menunggu.
Namun naas, dihari keempat, saat berada dibibir pantai, sebuah perahu yang sering dugunakan warga untuk mengantar makanan kepada mereka ternyata telah dipenuhi oleh Kopasanda. Arnold, tidak kuasa menghindari sergapan, tiga tembakan menyasar di perut dan lengan kanannya.
Dengan terluka dia digelandang keatas perahu dan dilarikan kembali ke Base G. Dua orang perawat dari Rumah Sakit Aryoko yang telah menunggu dengan peralatan medis menemukan bahwa dia telah tewas karena pendarahan.
Keesokan harinya 27 April, Jasad sang budayawan lalu dikembalikan ke rumah dinas miliknya di depan Museum Uncen, Distrik Abepura Kota Jayapura. Kabar kematian sang seniman dan budayawan menyebar luas di Kota Jayapura, hingga massa terus memadati rumah duka.
Namun atas desakan militer jenasah harus dikuburkan pada hari itu juga, tepatnya jam 7 malam. Ratusan orang berjalan kaki mengiring mobil jenazah menuju pengkuburan Tanah Hitam Distrik Abepura, Kota Jayapura yang berjarak hampir dua kilo meter. Jenasahnya dikuburkan tepat di sebelah sepupunya Edy Mofu yang dimakamnkan beberapa hari sebelumnya.
Saat ini menjelang 26 April 2020 telah genap 36 tahun kisah tragis kekejaman militer atas kematian sang legenda dan musikolog asal Pulau Papua itu. Kasus kematinnya tidak pernah terungkap, hingga tidak ada pertanggungjawaban oleh isntutisi ataupun kesatuan yang telah melakukan kejahatan tersebut, pelaku akhirnya tidak pernah diadili atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat tersebut.
Namun yang berbeda adalah sang budayawan dan Mambesak masih terus dikenang melalui musik dan suaranya yang merdu sampai sekarang. Bahkan untuk beberapa kelompok pemuda dan mahasiswa kematiannya masih sering peringati dengan aksi-aksi nyata, sebagai upaya dari gerakan “Melawan Lupa” di Papua.
Yason Ngelia
April 2020
No comments:
Post a Comment